A.
Sejarah Pendirian
Paroki Santa Maria Mamuju |
1.
Alm.
Petrus Iwawo (Warung Makan Tunggal)
2.
Dianto
(Pegawai Dinas Kesehatan)
3.
Frans
(Toko Anda)
4.
Matheus
Ande’ (Pegawai BRI Cab. Mamuju)
5.
Paulus
Iwawo
6.
dr.
Petrus Te’dang (Dokter RSUD Mamuju)
7.
Salah
satu Pegawai Kantor Pajak Mamuju.
Pada mulanya Ibadah
dilakukan di rumah Alm. Petus Iwawo
(Rumah Makan Tunggal). Pada sekitar tahun 1979 atas inisiatif beberapa orang,
kemudian membeli sebidang tanah yang rencananya untuk lokasi pembangunan
gereja. Pada tahun 1980 umat mulai bertambah satu per satu, dan kemudian ibadah
dilakukan dari rumah ke rumah antara lain rumah Bpk. Mayor Daniel Lembang di
Asrama Kodim Mamuju, dan sejak saat itu pula mulai sering dilayani oleh seorang
Pastor Tentara dari Kodam VII Wirabuana yang bernama P. Leo Blot, CICM.
Pada tahun 1980,
tanah gereja yang dibeli kemudian disertifikatkan atas nama dr. Petrus Te’dang
untuk memudahkan balik nama dan pengurusan surat-surat. Pada saat pengurusan
tersebut, tidak akan dilayani dari pemerintah kalau tidak memiliki stempel,
maka atas inisiatif Bpk. Matheus Ande’ akhirnya mencari gambar yang cocok yang
kemudian menemukan sebuah gambar Rosario di dalam sebuah buku nyanyian.
Akhirnya gambar tersebut dibuat menjadi stempel gereja dan akhirnya gereja
Mamuju diberi nama Gereja Katolik Santa
Maria.
Tahun 1982, ibadah
kemudian dilakukan di rumah Bpk. Matheus Ande’.Pada tahun 1983 Mamuju kemudian dilayani
oleh Pastor J. van Hersel dari Paroki Polewali dan ditetapkan menjadi satu
Stasi dengan jumlah umat ± 10 KK.
Dalam tahun 1984,
umat kemudian mulai mengumpulkan kayu. Tahun 1985 Pengantar Daniel Roge,
seorang mantan seminaris yang pegawai PU mulai mengusahakan penggalian lobang
untuk fundamen tiang pastoran. Pada tanggal 21 April 1985 pastoran yang
berbentuk rumah Bugis sudah dapat didiami, sedangkankan kolongnya dipakai
sebagai gedung gereja.
Pada pertengahan
bulan Desember 1989 Pastor Jan van Hersel mendapat berita bahwa Pastor Yohan
Direckx ditempatkan di Polewali dan beliau sendiri diangkat pula untuk Mamuju.
Sebelum pindah ke Mamuju Pastor Jan van Hersel melakukan pesiar ke Irian Jaya
sebagai hadiah atas peringatan panca windu imamatnya.
Sekembalinya dari
Irian Jaya, beliau berpisah dengan Dewan Gereja di Polewali kemudian mengemasi
barang-barangnya dan berangkat ke Mamuju untuk menetap di sebuah rumah panggung
yang dijadikan Pastoran sekaligus gedung Gereja. Kolong rumah itu dijadikan
sebagai gedung Gereja dan lantai atas sebagai tempat untuk Pastoran.
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa Paroki Mamuju resmi menjadi sebuah Paroki pada sekitar akhir tahun 1989 atau Januari
1990, dengan wilayah pelayanan sampai ke Baras – Pasangkayu (saat ini
disebut Kabupaten Mamuju Utara). Menurut informasi bahwa ketika resmi diangkat
sebagai Pusat Paroki umat Katolik di Mamuju berjumlah ± 20 KK. Setelah Mamuju
resmi menjadi Paroki, Pastor Jan van Hersel ingin memberi nama Paroki sebagaimana pelindung Stella Maris
namun ketika diperlihatkan stempel stasi yang sudah ada, akhirnya Pastor Jan
menetapkan untuk tetap menggunakan nama Santa Maria.
Dalam bulan Juli
1991 Pastor Jan van Hersel mengambil cuti dan Pastor Yulianus Liling Sipata, Pr
ditempatkan sebagai Pastor Bantu di Polewali dengan tugas khusus melayani
jemaat-jemaat di Mamuju. Sekembalinya dari cuti, pada bulan Februari 1992
Pastor Jan kembali ke Mamuju lalu Pastor Yulianus Liling Sipata ditugaskan ke
Agats di Irian Jaya. Dalam Tahun 1992 Dewan Paroki Mamuju sedang mengurus izin
untuk membangun sebuah gedung gereja yang baru.
B.
Daerah Transmigrasi
Secara berkala
Pastor Jan melayani transmigrasi-transmigrasi yakni daerah Toabo,
Budong-Budong, Baras (I,II,III,IV), Balanti, Bambaloka, Tommo, Kuo dan Tarailu.
Hampir setiap tahun ada tambahan satu – dua desa transmigrasi yang rata-rata
ada 500 keluarga, kebanyakan asalanya dari Jawa dan Bali, tetapi juga sedikit-sedikit
ada dari NTT, Flores dan Timor. Dalam tahun 1992 seluruhnya sudah ada kira-kira
200 keluarga Katolik.
Di Pasangkayu
tempat ada sejumlah orang Bali yang Katolik, akan dibangun sebuah gedung Gereja
ekumene yang besar dan indah dengan rumah dinas untuk Pastor dan Pendeta. Dalam
Tahun 1992 Pastor Jan sudah mempersembahkan Misa di gedung Gereja Ekumene yang
bentuknya hamper menyerupai mesjid. Di Budong-Budong, perusahaan karet ada
sebuah desa yang dihuni oleh kira-kira 100 keluarga Flores dan dalam tahun 1992
mereka sendiri telah membangun sebuah pastoran. Di Toabo sendiri pada tahun
yang sama membangun gereja yang baru.
Di daerah Tobada II
ada keluarga Toraja yang Katolik, dan di daerah Tobada IV ada tambahan 60
keluarga Toraja Katolik dari Paroki Messawa. Di daerah Karossa ada 50 keluarga
Toraja, di antaranya terdapat 10 KK yang Katolik.
Dalam Tahun 1992,
di daerah Baras III orang Katolik mulai khawatir jangan-jangan muncul
perselisihan dengan orang Protestan karena menggunakan bangunan gereja yang
sama, akhirnya mereka berusaha untuk membangun gedung geeja sendiri. Di Baras
IV, juga terjadi penambahan sekitar 40 KK dari Flores yang sebelumnya sudah ada
50 KK.
Pada bulan Maret
1992, Pastor Yulianus Liling Sipata kembali dari Irian Jaya dan akhirnya
menetap di Mamuju bersama dengan Pastor Jan van Hersel. Akhirnya pada akhir
bulan April 1992, Pastor Jan mendapat surat dari Keuskupan bahwa Pasangkayu
dijadikan paroki baru dan dia sendiri menjadi Pastor parokinya yang pertama,
dengan pusat paroki berada di Baras III dan pelayanannya sampai di Karossa.
C.
Perjalanan Paroki Mamuju Sampai
Sekarang
Pastor Paroki yg selama ini Berkarya di Mamuju |
Melihat kondisi
bangunan gereja yang sekaligus rumah pastoran, umat Paroki Mamuju kemudian
mulai merancang untuk mengganti gedung gereja lama dengan sebuah bangunan
gereja yang permanen. Walaupun dalam proses pengurusan izin pendirian gereja
menemui beberapa kesulitan(± 5 tahun baru dapat memperoleh izin), namun
akhirnya pada tahun 1994 pembangunan gedung gereja sudah mulai dilaksanakan dan
pada tahun 1996 gedung gereja yang baru tersebut diberkati oleh Uskup Agung
Makassar Mgr. Johanes Liku Ada’, sedangkan gedung gereja lama tetap dijadikan
sebagai rumah pastoran. Dalam pemberkatan gedung gereja Katolik Paroki Santa
Maria Mamuju itu, turut pula diundang Pastor Jan van Hersel yang kemudian
menjadi kunjungannya yang terakhir kali di Paroki Mamuju sebelum beliau
meninggal dalam tahun yang sama.
Dalam perjalanan waktu, umat Paroki Mamuju
semakin bertambah, baik di pusat paroki maupun di stasi-stasi. Saat ini Paroki
Santa Maria Mamuju dalam Wilayah pelayanannya mencakup ± 35 Stasi dan 3 rukun
di pusat paroki dengan jumlah umat sekitar 967 dan 3.798 jiwa. Di pusat Paroki
sendiri saat ini terdiri dari 140 KK dengan jumlah jiwa ± 580 jiwa.
Sumber data :
1. Hasil wawancara dengan Bpk. Matheus Ande’
2. Buku Gereja Katolik di Toraja Barat, Karya G. van Schie, CICM
ConversionConversion EmoticonEmoticon