Makna Minggu Palma |
Pertama, peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem terjadi beberapa hari sebelum hari Raya Paskah Yahudi. Karena itu, Gereja mengenangkan peristiwa itu pada hari Minggu sebelum perayaan Paskah Tuhan. Sedangkan nama Minggu Palem diambil dari Yoh 12:13, “mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia …”. Penyebutan kata “palem” memang hanya di temukan dalam Injil Yohanes. Injil-injil lainnya hanya mengatakan “ranting-ranting dari pohon-pohon” (Mat 21:8), “ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang” (Mrk 11:8). Injil Lukas bahkan tidak menyebutkan ranting sama sekali. Ketiga Injil Sinoptik mengatakan tentang pakaian-pakaian yang dihamparkan dijalan untuk dilewati oleh Yesus yang datang dengan keledai (Mat 21:7-8; Mrk 11:7-8; Luk 19:35-36).
Kedua, dalam tradisi Yahudi, daun palem merupakan simbol kemenangan (Why 7:9; bdk. Im 23:40). Menyambut Yesus dengan daun palem (dan ranting serta menghamparkan pakaian) adalah ungkapan harapan masyarakat Yerusalem bahwa Yesus akan menjadi Musa baru. Sang Mesias yang membawa kemenangan dan pembebasan. Dinubuatkan bahwa Mesias akan datang sebagai Raja menunggang keledai dan membawa damai dan kemenangan (Za 9:9). Harapan masyarakat itu bersifat politis dan militer. Jadi, dielu-elukannya Yesus ketika masuk Yerusalem adalah cermin dari harapan akan kebangkitan bangsa Israel dari penindasan saat itu. Ini menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu gagal paham akan pengajaran Yesus akan misi-Nya.
Ketiga, gelar “Putra Daud” adalah gelar mesianis yang digunakan Injil Matius. Matius yang menulis Injilnya untuk orang-orang Yahudi, sering menggunakan gelar itu untuk menunjukkan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah (Mat 9:27; 15:22; 20:30.31; bdk. Mrk 10:47-48). Yesus sudah membuat banyak mukjizat di Yerusalem dan khususnya mukjizat pengandaan roti. Dengan melihat ini, maka masyarakat mengharapkan Yesus menjadi Musa baru yang memimpin Israel menuju ke kebebasan.
Yohanes menggunakan seruan “raja Israel” (Yoh 12:13), sedangkan Lukas mengeksplisitkan kata “raja” serta menambahkan dengan “damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang tinggi” (Luk 19:38). Pengeksplisitan dan tambahan Lukas ini mengingatkan kita kepada Luk 1:32 dan 2:14. Senada dengan Yohanes dan Matius, Markus merujuk kepada Mzm 118:26 dan mengeksplisitkannya dengan ungkapan “Diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi” (Mrk 11:10). Kesamaan nada dari keempat Injil menunjukkan kesatuan pengertian tentang jati diri Yesus, yaitu bahwa Yesus adalah Mesias Raja dari keturunan Daud, yang datang atas nama Tuhan. Dari sinilah kemudian digunakan seruan “Hosana Putra Daud” pada Minggu Palem.
Keempat, menurut tradisi Yesus masuk ke Yerusalem melalui Pintu Gerbang Emas (Golden Gate) yang dalam bahasa Ibrani disebut Pintu Kerahiman (Gate of Mercy). Gerbang Emas ini terletak di sebelah timur kota Yerusalem. Menurut tradisi Yahudi, Yang Ilahi seringkali muncul di gerbang timur ini dan akan muncul sekali lagi pada saat Yang Diurapi (Mesias) datang (Yeh 44:1-3). Sang Mesias akan datang memasuki ke kota Yerusalem melalui Gerbang Emas ini dan kemudian menyatakan kemenangan di Yerusalem. Karena itu Gerbang Emas ini menjadi sangat bermakna bagi orang Israel.
Gerbang Emas ini ditutup pada 810, dan dibuka kembali pada Perang Salib tahun 1102, tetapi kemudian ditutup kembali dengan tembok pada 1187. Gerbang Emas itu pernah kemudian dibangun kembali tetapi kemudian ditembok kembali pada 1541 sampai sekarang.
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Hari
ini, kita merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada
hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat
dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang
dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu
yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus
di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja
damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk
ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain
palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”. Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD (Mjalah Liturgi oleh KWI)
- See more at: http://www.kuasadoa.com/2015/03/29/makna-minggu-palma/#sthash.Epl8rM3P.dpuf
ConversionConversion EmoticonEmoticon